Aku Dalam Penantianmu
Fajar menyingsing,
burung-burung menatap tajam pada tikungan jalan. Ya, mereka menanti buih sejuk
dari Ramadlan nan tenteram. Bertengger di atas daun kemuning kala dhuha
menggema. Sayap-sayapnya mengelu-elukan kehadiran bulan suci itu. Matanya
seolah menyala. Berbinar memenuhi relung sangkarnya. Entah waktu yang mana
mereka menyenandungkan kerinduannya kepada sang Esa. Terbang tinggi
menggelantung di awan. Menggapai ridla Illahi.
Lalu ketika adzan
menggelegar saat matahari menyulutkan teriknya, pepohonan itu memberi keteduhan
terhadap burung-burung yang selalu berkicau. Pepohonan itu merindukan senandung
firman-Nya. Menanti kabar gembira kapankah ramadlan kembali tiba. Yang selalu membuat
mereka hijau. Pepohonan itu memang rindu, sangat rindu akan bulan suci.
Syams memberikan sinarnya di balik bumi
yang menatap matanya. Kemudian Qamr memberikan sorot sinar kepda bumi
yang membelakanginya. Keduanya ialah ciptaan Malik. Keduanya selalu menantikan
ramadlan.
Rerumputan yang bergoyang
diseduh angin itu melambangkan ketajaman pilu yang 11 bulan menanti kehadiran
bulan suci kembali. Bebatuan pun demikian. Menantikan diri mereka menjelma
warna putih untuk mereka berganti pakaian di bulan ramadlan. Meneguhkan jiwa
kepada ketentuan-Nya.
Sementara aku, selalu
membuka jendela pagi hari, menikmati hilir mentari yang pelan tenggelam dalam
mata. Aku selalu merasakannya dan akan selalu merindukannya.
Kusayangi selalu hari-hari
pagi yang baik yang menyapa setelah sebelumnya gelap. Firman-firman-Nya selalu
kujadikan mahkota untukku menerima segala cinta. Mungkin aku telah haus. Lalu,
aku berdo’a kepada-Nya agar aku bertemu kepada bulan suci. Rasa haus ini hanya
terobati dengan panjatan-panjatan kepada-Nya yang Maha Kuasa. Cinta-Nya takkan mungkin luruh,
takkan lumpuh. Dialah yang menghidupkan kita, dan semoga kita berjumpa pada
bulan suci di tahun 2016 ini. J